Monthly Archives: April 2015

Sains, Kerajinan Tangan dan Literasi : Kenapa Tidak?

Standard

Ada yang lagi bahagia nih, seseorang yang menemukan jalan untuk bisa mengawinkan berbagai hobinya dalam satu forum. Hobi di bidang sains, hobi di bidang kerajinan tangan dan hobi mengajar anak-anak. Bekerjasama dengan rekan dosen Fakultas Sastra Unesa, Ibu Pratiwi Retnaningdyah yang sedang menyelesaikan S3 di Melbourne University, kami menggagas sebuah acara TPA Brunswick holiday program bertajuk SATURDAY SCIENCE LITERACRAFT, Building literacy through crafting. Acara ini dilaksanakan di Surau Kita, Sabtu 4 April 2015 yang lalu. Apa yang ingin kami capai dengan adanya acara ini?

1. bahwa melalui crafting anak-anak bisa meningkatkan ke-literasi-annya, yaitu kemampuan dalam membaca dan menulis

2. melalui crafting anak-anak bisa belajar konsep ilmu alam

3. terjembataninya gap kemampuan otak kiri yang identik dengan kemampuan di bidang sains dengan kemampuan otak kanan yang menjadi pusat rasa dan kreasi

4. terjembataninya ilmu alam dengan ilmu sosial

Seperti yang diutarakan oleh Sylvia A. Ware**, pengajaran kimia (atau sains pada umumnya) seharusnyalah menggunakan perspektif sosial. Apa maksudnya? Bahwa sains semestinya disesuaikan dengan konteks masyarakat sehingga baik para saintis, non-saintis sampe ke pengambil keputusan bisa saling bekerjasama untuk menangani masalah2 yang berkaitan dengan sains. Dengan demikian maka manfaat pembelajaran sains bisa merambah sampai ke masyarakat dan lingkungan dan tidak berhenti kepada para pelajar saja.

Dilandasi hal-hal di atas maka muncullah ide menggabungkan dunia kimia dengan dunia literasi melalui kerjasama saya dengan ibu Tiwi. Kajian lengkap bu Tiwi tentang acara dari kacamata literasi dapat dinikmati di dua tulisan ini, Literacraft: Bringing Literacy to Life through Crafting dan The Uses of Literacraft. Sedang saya ingin mengulas apa manfaat crafting (kerajinan tangan) untuk sains maupun literasi di bidang sains itu sendiri.

Saya pernah menulis di note FB saya Mengapa Kimia Serasa Sulit? Tulisan membahas analisa penyebab kimia atau sains pada umumnya menjadi sulit dipahami. Saya tulis kembali beberapa paragraf yang saya tulis:

Mengapa kimia seakan tetap tak bisa banyak bicara di kehidupan masyarakat? Kembali ke pemaparan Sylvia, beliau menyatakan bahwa untuk mencapai kondisi ideal itu, pengajaran kimia harus melalui tiga tahapan, yaitu :

1. tahap makroskopis, yaitu bagaimana gambaran global manfaat suatu konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari

2. tahap molekuler, yaitu bagaimana penjelasan pada skala molekuler suatu konsep kimia

3. tahap simbolik, yaitu bagaimana penggunaan simbol, model ataupun persamaan matematis untuk mewakili konsep kimia

Kegagalan meramu informasi sampai bisa melewati tiga tahap tersebut di atas akan membuat pembelajaran suatu konsep kimia menjadi timpang. Seorang pelajar mungkin akan terfokus pada tahap ketiga saja dan melewatkan tahap 1 dan 2 sehingga ia hanya mendapati persamaan matematis maupun simbol2 yang sulit dipahami. Pelajar akan kehilangan gambaran besar fenomena apa yang sedang dia pelajari. Pun kegagalan memahami tahap ketiga akan menjadikan seorang pelajar tumpul dalam menganalisa lebih detail dan lebih tajam akan suatu fenomena. Tanpa melewati tahap ketiga, seorang saintis akan kehilangan presisi dan keakurasiannya dalam memahami sebuah fenomena.

Nah sekarang apa hubungan kerajinan tangan dengan paragraf-paragraf di atas? Bahwa ada “the missing link” antara ketiga tahap pembelajaran sains, ketika anak-anak atau pelajar pada umumnya kehilangan alur yang menghubungkan tahap makroskopis dengan tahap simbol. Dan apa yang membuatnya hilang? karena semakin dalam sains dipelajari, maka makin renik-lah obyek pengamatannya. Yang tadinya kasat mata lama-lama mengecil bahkan hilang tak terlihat digantikan simbol-simbol di atas kertas. Simbol yang kita tak paham apa itu semua jika kita tak memahami apa-apa yang diwakilinya. Dan…makin sulitlah sains untuk dimengerti.

Maka apa yang bisa membantu menghubungkan tahap kasat mata ke tahap simbol? Menurut saya, crafting atau kerajinan tangan. Memang tidak semua konsep ilmu alam bisa diwakili oleh kerajinan tangan. Banyak konsep ilmu alam yang terlalu rumit untuk digambarkan. Namun dengan adanya alat bantu minimal otak anak tidak harus bekerja terlalu keras dalam membayangkan sehingga pemahaman bisa lebih cepat dicapai. Selain itu dengan membuat kerajinan tangan ada proses “penciptaan kembali” sebuah konsep berdasar pemahaman anak-anak. Di sinilah crafting memberi nilai lebih ketika anak mulai mencipta karya sesuai dengan pemahaman serta kreativitasnya dalam menuangkan pemahaman.

Di acara Satuday Science LiteraCraft kemaren saya menerangkan prinsip dasar perubahan warna daun dikarenakan berkurangnya sinar matahari di musim gugur. Juga mengenai bagian-bagian utama pesawat yang membuatnya bisa terbang. Pertama-tama bu Tiwi mengajak anak-anak membaca buku singkat tentang perubahan warna daun di musim gugur. Selanjutnya saya lengkapi dengan penjelasan detail mengapa daun bisa berubah dan bagaimana pesawat bisa terbang. Dari penjelasan ini selanjutnya anak-anak membuat hiasan daun dengan berbagai warna dan badan pesawat dari kain felt.

11096675_10204233199532751_8486500292190962710_n10923213_10203308717308293_1524200229507384424_n

Saat mereka membuat hiasan ini, anak-anak mulai mengatur daun sesuai dengan urutan perubahan warna daun dari mulai yang masih hijau karena banyak klorofil, berubah menjadi merah karena klorofil menghilang dan menyisakan glukosa, selanjutnya menjadi kuning dan coklat menandakan hanya tertinggal sisa-sisa komponen daun sampe akhirnya berguguran. Di project satunya anak-anak belajar bagian mana di pesawat yang bisa membuatnya terbang. Dimulai dari sayap yang aerodinamik, ekor yang ikut menentukan kemana pesawat berbelok sampai pada “lautan udara” pemberi tekanan yang membuat pesawat bisa terangkat dan terbang.

img-20150404-wa0024 img-20150404-wa0014

Di sisi sains anak-anak telah belajar garis besar perubahan kimia yang terjadi pada daun selama musim gugur dan bagian-bagian pesawat serta tekanan udara yang membuatnya bisa terbang. Di sisi kerajinan tangan anak-anak telah belajar teknik tracing dan menggunting untuk yang berusia TK dan pra TK serta tusuk tikam jejak sederhana untuk anak-anak kelas 1-6. Selama membuat membuat kerajinan ini, saya mencoba menggali seberapa jauh materi sains dapat diserap oleh mereka. Ketika saya minta kembali anak-anak merangkai daun sesuai urutan proses hilangnya klorofil sampe daun berjatuhan, masyaAllah….they did it very well. Bahkan ketika warna daun diubah-ubah urutannya mereka tetap mampu mengurutkan kembali dan menerangkan proses apa yang diwakili oleh warna daun tersebut. Juga saat saya mencoba bertanya ke anak-anak tentang fungsi bagian-bagian pesawat dan lagi-lagi mereka bisa menerangkan dengan lancar.

Apalagi dengan membuat kreasi ini muncullah pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaan Aretha “why in some trees, there are green leaves and yellow leaves together?” Saya coba pancing kira-kira menurut dia kenapa? Dia menjawab “karena di salah satu sisi pohon masih banyak klorofil sedang di sini lain sudah mulai berkurang klorofilnya”. That’s good…you get the point! Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa muncul dan menjadi pemicu rasa ingin tahu anak-anak di dunia sains.

Selama pengalaman saya berhubungan dengan dunia anak-anak, hampir tidak pernah crafting gagal menghibur mereka. Selalu mereka antusias jika saya mengajak membuat sesuatu. Ini artinya crafting punya daya tarik tersendiri untuk anak-anak. Tak hanya crafting bisa mengajak mereka berkreasi namun crafting juga mampu menjadi jalan bagi mereka belajar sains mengingat alat bantu peraga sangatlah penting perannya dalam mempermudah pemahaman. Juga melalui crafting anak-anak bisa dipancing untuk belajar lebih lanjut mengenai fenomena di balik hasil karyanya. Ini berarti crafting tak hanya memudahkan pemahaman namun juga bisa menjadi daya tarik untuk anak-anak lebih banyak membaca tentang sains. Plus, bisa juga menjadi obyek dimana anak bisa menceritakan atau menulis kembali kreasinya beserta fenomena yang diwakili. Dan…. meningkatlah literasi anak-anak.

So, sains, kerajinan tangan dan literasi…kenapa tidak?

Melbourne, 16 April 2015

Salam

*saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu terlaksananya program Saturday Science Literacraft. Kanti yang membuatkan poster, Deasy yang membantu pendaftaran, Pak Dian Priatmoko yang sudah menata projector dan layar, bapak ibu wali murid yang sudah setia mendampingi anak-anak selama acara. Juga untuk Mbak Nunung, Lita, Mbak Anisah dan Mbak Yasmin yang sudah saya comot fotonya hehehe… Tak lupa buat bu Tiwi, yang sudah mengulurkan tangan menggandeng saya mengawinkan sains dan sastra.

**Ware, Sylvia A. Teaching chemistry from a societal perspective, 2001, Pure Appl. Chem., Vol. 73, No. 7, pp. 1209–1214