Monthly Archives: June 2016

Ndondomi, my busy crafty little world

Standard

Awal membuat blog ini saya cuma pengen punya wadah sendiri dalam mendokumentasikan kegiatan ndondomi. Sekedar menyimpan kenangan apa2 yang sudah saya buat. Kadang saya sendiri ingin menyimpan apa dan bagaimana cara membuat karya2 untuk dilihat lagi di kemudian hari. Tapi seiring dengan waktu, ada sesuatu yang lain. Blog ini sudah menjadi bagian dalam cerita hidup, bahkan menjadi dunia lain yang menenggelamkan saya. Menenggelamkan dalam arti yang baik tentunya. Membawa saya ke dunia kecil penuh warna, penuh keindahan yang menyejukkan mata. Sebuah dunia yang memberi kenyamanan tersendiri.

Anda pernah liat film Julie and Julia? Sebuah film tentang seorang pegawe kantoran Julie Powell yang merasa tak puas dengan dunia kerjanya. Dia frustasi karena pekerjaannya seolah tak menjanjikan apa2 dan tak membawanya kemana-mana. Sampai suatu hari suaminya memberi dia ide untuk menulis blog tentang hobinya, memasak. Blog adalah media murah meriah tak berbayar dengan feature yang cukup memadai. Saat tombol “publish” ditekan seolah-olah penulis sudah berbagi yang dia pikirkan ke dunia. Ada kepuasan tersendiri di sini dimana tak ada aturan atau larangan untuk menyuarakan yang ada di kepala. Tak ada editor yang memberi arahan pun tak ada publisher yang mensyaratkan apa2. Its free…and life needs some space of freedom, right?

Dan lagi blog juga memberi kepuasan karena dia membentuk jati diri anda. Tulisan adalah saksi bisu siapakah si penulis. Blog membentuk portofolio yang menggambarkan kepribadian dan identitas sang penulis. Itu juga yang dirasakan Julie Powell, dia menemukan jati dirinya yang mencintai masak memasak. Dengan menantang dirinya sendiri, Julie berjanji mencoba resep2 masakan Mastering the Art of French Cooking karya  koki terkenal idolanya, Julia Child, selama 365 hari. Di awal seolah hanya ibunya yang membaca blognya. Tak dinyana lambat laun makin banyak pembaca blognya. Bahkan sampai tenar dan difilmkan. Betapa bahagianya Julie yang seolah menemukan dunianya.

Saya tentunya tak berharap blog ini difilmkan kwkwkw…siapalah saya. Cuma pengalaman Julie Powell seolah bisa saya rasakan. Bukan berarti saya sebegitu hopelessnya di lab dan di karier, no no no…. saya masih cinta sains dan mengajar. Cuma dunia ndondomi dan blog ini seolah memberi saya ruang dan waktu untuk sekedar merasakan sesuatu yang berbeda.

Di lab bahan yang saya hadapi cuma hitam putih dan merah kwkwkw…sel yang membentuk lingkaran hitam dengan latar belakang putih atau medium yang berwarna merah. Tapi kalo di dunia per-kain-an, per-benang-an dan per-kancing-an maka segala warna bisa saya nikmati. Saya sukaaaaa sekali melihat aneka warna kain dan benang, apalagi memegang-megang kancing aneka bentuk dan warna yang amazingly bright. I love it love it love it. Apalagi kalo sampe karya saya dipake orang. Seneeeng banget rasanya.

Lain cerita dengan blog saya satunya, heartbeat120.wordpress.com. Sampai saat ini saya tak mampu mengisi blog ini lagi. Ada kesedihan tiada tara tiap kali akan menulis. Seharusnya blog ini bisa menjadi wadah berbagi sedikit ilmu karena bidang saya yang dekat dengan per-sel sel-an. Juga ajang curhat karena katanya menulis itu juga terapi. Dengan menulis seseorang bisa menemukan ketenangan. Tapi kesedihan itu tiada tara rasanya. Tiap kali saya menulis, tubuh saya gemetar dan air mata meleleh. Saya tak kuasa berbagi lagi menyusul keguguran 3 kali berturut-turut yang saya alami. Takpapa…kata psikolognya tutup dulu dan buka saat kamu sudah kuasa. You need time to put yourself together.

Jadi untuk sementara ini saya nikmati dulu blog saya ndondomi, a busy crafty little world. Sebuah dunia kecil penuh warna, tempat menikmati kesendirian saya. Juga sebuah dunia tempat berbagi dunia dengan ibu saya, seseorang yang pertama kali mengajari saya ndondomi.

image

Melbourne, 28 Juni 2016
Salam

*in the lab, waiting for incubation, in tears missing my mom*

Baju baju tanpa pola

Standard

Dari awal belajar menjahit, saya sudah didoktrin harus pake pola bikinnya. Mulai dari belajar dengan ibu Mining, bu Asih di Aliyah Modes sampe di Pattern Making Short Course di RMIT. Beliau2 mengajarkan betapa pentingnya membuat pola dengan bentuk, hitungan dan kecocokan antar bagian. Bahkan di kursus saya yang terakhir selisih 2 mm itu adalah sangat krusial saudara-saudara. Saya harus memperbaiki pola saya jika ada selisih sekecil itu antara bagian depan dan belakang. Disiplin tinggi pokoknya. Karena kata gurunya membuat pola yang benar itu adalah investasi besar.

Sementara itu teman2 yang pengen belajar njait pengen segera menghasilkan karya dengan kemampuan pemula. Kan seneng ya sekalinya belajar uda dapat sesuatu. Pasti jadi makin semangat belajar. Maka harus kompromi ini. Saya mesti mengubah mindset yang “precise pattern minded”. Sampai suatu hari pas jalan2 di Savers muncullah sebuah buku bagaimana membuat baju tanpa pola. So simple yet chic. Terbelilah buku itu demi saya mencoba memahami membuat baju tanpa pola.

image

Oke deh..mari kita coba. Datanglah dua teman saya, Baridah dan Septalia. Satu pengen bikin rok satu pengen bikin outer atau kimono luaran. Dan tentu saja bikinnya tanpa pola. Mereka berdua belum pernah belajar menjahit jadi ini pengalaman pertamanya. Dimulai dari perkenalan mesin jait, cara masang benang sampai akhirnya menjahit kain.

image

image

Baridah membuat rok dari kain persegi panjang yang dibulatkan dan dipasang karet di salah satu ujungnya. Sementara di ujung lain kain dikelim dan dijait zigzag untuk memberi aksen. Sedangkan Lia membuat kimono dari pashmina. Pashmina ditekuk terus dijait pinggirnya untuk membentuk lengan. Satu bagian kemudian digunting memanjang untuk membentuk bukaan kimono. Kami niru tutorial ini nih https://youtu.be/dlDIW7OkfSk.

Jadi deh….Barid dengan roknya dan Lia dengan outernya.

image

image

Semoga terus nambah ilmu njaitnya Barid dan Lia. Sedangkan saya sendiri merasa…hmm…trying something new was great!!! Gampang bingit gak pake lama dan ribet hehehe…

Melbourne 21 Juni 2016
Salam

Thread catcher Densus 77

Standard

Di rumah sedang terjadi teror, demikian kata suami saya. Katanya mesti dibentuk Densus 77 menyaingi Densus 88. Teror apa? Teror benang. Yap, benang dimana-mana nyebar serumah. Karena rumah di sini pake karpet maka benang nempel bener ke karpet. Trus pernah pas jalan berdua lha kok baju si mas banyak benangnya hahaha…. Habis sholat jamaah saya lirik bertebaran benang di baju mas Dian hihihi… Belum lagi benang2 di selimut flanel di kasur. Ya Allah…benang betebaran.

Dan satu lagi, jarum. Ada aja jarum tertinggal dan kembali meneror suami saya hahaha….Yang tertusuk di kaki, di tangan sampe pernah hampir kena mata 😨.

Ya mau gimana lagi kos kosannya saya seuprit. Ruang tamu jadi berbagai ruang, ya ruang makan, ya ruang liat tivi, ya ruang belajar plus workshop njait2. Cuma 4×4 meter luasnya. Dan itu sudah penuuuuh buku, kain, alat elektronik, akuarium, meja2 plus printilan2. Riyek pokoke.

But that what home is. It has your soul in it. Riyek2 tapi hangat buat berdua hihihi.

Oke deh…saya mesti berpikir bagaimana mengatasi teror benang. Saya buatlah thread catcher plus tempat jarum yang nempel di mesin saya. Gini nih bentuknya.

image

Saya buat tali mengelilingi salah satu pilar mesin jait. Tali ini saya hubungkan ujung2nya pake kancing jepret jadi bisa dilepas dan dipasang di mesin jait yang lain. Ada kantung atau bahasa kerennya thread catcher yang bisa dilepas-pasang juga. Kantung ini fungsinya menjadi tempat sampah sisa2 benang yang deket ma saya jadi gampang mbuang2 benangnya. Sedang di sisi kanan mesin saya pasang perekat atau velcro. Velcro ini buat melekatkan bunga tempat jarum saya. Jadi jarum2 bisa dengan mudah saya taruh sehingga tidak tercecer.

image

image

Semoga Densus 77 ini mampu mengatasi teror benang dan jarum di rumah hihihi…

Melbourne, 15 Juni 2016
Salam

My prayers garden-ketika kenangan Ramadhan masa kecil tak pernah pudar

Standard

Menjelang Ramadhan ini saya ingin menghias rumah dan membuat pernak pernik bertema Ramadhan. Eh tetiba saya ingat masih punya hiasan tulisan dari tahun2 kemaren. Akhirnya saya pasang kembali tulisan2 ini. Cover foto di FB pun saya ganti dengan foto tulisan tersebut. Cara membuatnya ada di post yang ini. Tak berhenti di situ, tiba2 muncul ide membuat My Prayers Garden.

image

Bermula dari keisengan belajar membuat bunga cherry blossom dari benang2 sisa project 5000 poppies maka bertebaranlah bunga2 kecil di rumah. Ditambah kedatangan Aretha dan Arrayah yang memanfaatkan bunga2 ini jadi hanging garden seperti di post yang ini. Saya kepikir hey…kenapa tidak saya pasang kancing dan bunga2 itu diselipkan seperti kita masang kancing di baju. Plus bisa dilepas-dipasang kembali seperti busy book.

Tak hanya itu, saya teringat Ramadhan di masa kecil. Bu Khos guru agama kami membekali murid2nya buku kendali Ramadhan. Di buku itu mesti kami tulis apa kami berpuasa, apa sholat 5 waktu dan taraweh sampe apa isi ceramah saat tarawih. Kami harus menunggu ustadz membubuhkan tanda tangan di bawah ringkasan yang kami buat. It was fun. Saya senang kegiatan itu. Bukunya sampe lecek dibawa kemana-mana. Tentu saja bukan karena saya sudah sangat beriman pada saat itu tapi karena didorong oleh keinginan tak mau kalah dan ingin meraih prestasi sebaik2nya di mata Allah guru 😈.

Kegiatan yang menyenangkan karena membuat anak didik mau melaksanakan ibadah sekaligus merasakan proses dalam ibadah. Tapi kurang berwarna warni. Bukunya cuma hitam putih. Sampulnya saja yang berwarna hijau muda. Anak2 tentu akan lebih semangat kalo media pencatatan ibadahnya berwarna warni dan keliatan nyata. Dari situ muncullah ide membuat my prayers garden ini.

Cherry blossom yang saya buat bolong tengahnya jadi bisa diselipkan ke kancing. Kancing jadi putik bunga. Setiap kali anak2 sholat, satu bunga bisa dia pasang di kancing untuk mewakili satu sholat yang dia kerjakan. Saat dia tidak melaksanakan sholat, maka tamannya akan kurang meriah karena kurangnya bunga yang terpasang. Nah orang tua bisa memotivasi anak untuk nambah sholat jadi lebih banyak bunganya sehingga Allah senang akan amalan si anak. Di akhir hari anak bisa mencatat berapa banyak sholat yang dia kerjakan. Dua kah? Tiga? Atau lengkap 5. Nanti anak bisa diajak melihat progress dirinya sendiri selama bulan Ramadhan ini. Bisa dengan cara diambil fotonya per hari dengan prayers gardennya dan dikompilasi dalam album. Atau dicatat di tabel sehingga terlihat angka2 berapa banyak sholat yang dikerjakan anak-anak. Kegiatan ini bisa juga tetap dilanjutkan di bulan2 setelah Ramadhan.

My prayers garden ini saya kasih gantungan jadi bisa dimanfaatkan sebagai hiasan dinding. Bisa diliat2 jadi anak2 senang melengkapi bunga2nya sebagaimana dia melengkapi sholatnya.

Konsep ini kemudian berkembang menjadi my prayers garage, my prayers sky atau yang lainnya sesuai keinginan anak2 apa obyek yang ingin ditampilkan. Untuk pesawat dan mobil bisa dilepas-pasang dengan memanfaatkan velcro. Hiasan dinding ini kemudian saya tawarkan seharga $15 ke ibu2 pengajian di tempat saya dan alhamdulillah disambut dengan baik. Ini beberapa pesanan yang sudah jadi.

image

image

image

image

image

image

image

Masih ada beberapa pesanan dengan tema bola, mikroskop, truk dan robot yang belum saya bikin. Semoga segera bisa jadi. Have fun during Ramadhan kiddos. Beautify your prayers garden, beautify your soul during Ramadhan!!!!

Marhaban ya Ramadhan.

Ya Allah, jadikanlah ikhtiarku ini sebagai jalan Engkau memperbaiki diriku sendiri dan keluargaku melalui RamadhanMu.

Melbourne, 7 Juni 2016
Salam