Ndondomi, my busy crafty little world

Standard

Awal membuat blog ini saya cuma pengen punya wadah sendiri dalam mendokumentasikan kegiatan ndondomi. Sekedar menyimpan kenangan apa2 yang sudah saya buat. Kadang saya sendiri ingin menyimpan apa dan bagaimana cara membuat karya2 untuk dilihat lagi di kemudian hari. Tapi seiring dengan waktu, ada sesuatu yang lain. Blog ini sudah menjadi bagian dalam cerita hidup, bahkan menjadi dunia lain yang menenggelamkan saya. Menenggelamkan dalam arti yang baik tentunya. Membawa saya ke dunia kecil penuh warna, penuh keindahan yang menyejukkan mata. Sebuah dunia yang memberi kenyamanan tersendiri.

Anda pernah liat film Julie and Julia? Sebuah film tentang seorang pegawe kantoran Julie Powell yang merasa tak puas dengan dunia kerjanya. Dia frustasi karena pekerjaannya seolah tak menjanjikan apa2 dan tak membawanya kemana-mana. Sampai suatu hari suaminya memberi dia ide untuk menulis blog tentang hobinya, memasak. Blog adalah media murah meriah tak berbayar dengan feature yang cukup memadai. Saat tombol “publish” ditekan seolah-olah penulis sudah berbagi yang dia pikirkan ke dunia. Ada kepuasan tersendiri di sini dimana tak ada aturan atau larangan untuk menyuarakan yang ada di kepala. Tak ada editor yang memberi arahan pun tak ada publisher yang mensyaratkan apa2. Its free…and life needs some space of freedom, right?

Dan lagi blog juga memberi kepuasan karena dia membentuk jati diri anda. Tulisan adalah saksi bisu siapakah si penulis. Blog membentuk portofolio yang menggambarkan kepribadian dan identitas sang penulis. Itu juga yang dirasakan Julie Powell, dia menemukan jati dirinya yang mencintai masak memasak. Dengan menantang dirinya sendiri, Julie berjanji mencoba resep2 masakan Mastering the Art of French Cooking karya  koki terkenal idolanya, Julia Child, selama 365 hari. Di awal seolah hanya ibunya yang membaca blognya. Tak dinyana lambat laun makin banyak pembaca blognya. Bahkan sampai tenar dan difilmkan. Betapa bahagianya Julie yang seolah menemukan dunianya.

Saya tentunya tak berharap blog ini difilmkan kwkwkw…siapalah saya. Cuma pengalaman Julie Powell seolah bisa saya rasakan. Bukan berarti saya sebegitu hopelessnya di lab dan di karier, no no no…. saya masih cinta sains dan mengajar. Cuma dunia ndondomi dan blog ini seolah memberi saya ruang dan waktu untuk sekedar merasakan sesuatu yang berbeda.

Di lab bahan yang saya hadapi cuma hitam putih dan merah kwkwkw…sel yang membentuk lingkaran hitam dengan latar belakang putih atau medium yang berwarna merah. Tapi kalo di dunia per-kain-an, per-benang-an dan per-kancing-an maka segala warna bisa saya nikmati. Saya sukaaaaa sekali melihat aneka warna kain dan benang, apalagi memegang-megang kancing aneka bentuk dan warna yang amazingly bright. I love it love it love it. Apalagi kalo sampe karya saya dipake orang. Seneeeng banget rasanya.

Lain cerita dengan blog saya satunya, heartbeat120.wordpress.com. Sampai saat ini saya tak mampu mengisi blog ini lagi. Ada kesedihan tiada tara tiap kali akan menulis. Seharusnya blog ini bisa menjadi wadah berbagi sedikit ilmu karena bidang saya yang dekat dengan per-sel sel-an. Juga ajang curhat karena katanya menulis itu juga terapi. Dengan menulis seseorang bisa menemukan ketenangan. Tapi kesedihan itu tiada tara rasanya. Tiap kali saya menulis, tubuh saya gemetar dan air mata meleleh. Saya tak kuasa berbagi lagi menyusul keguguran 3 kali berturut-turut yang saya alami. Takpapa…kata psikolognya tutup dulu dan buka saat kamu sudah kuasa. You need time to put yourself together.

Jadi untuk sementara ini saya nikmati dulu blog saya ndondomi, a busy crafty little world. Sebuah dunia kecil penuh warna, tempat menikmati kesendirian saya. Juga sebuah dunia tempat berbagi dunia dengan ibu saya, seseorang yang pertama kali mengajari saya ndondomi.

image

Melbourne, 28 Juni 2016
Salam

*in the lab, waiting for incubation, in tears missing my mom*

Baju baju tanpa pola

Standard

Dari awal belajar menjahit, saya sudah didoktrin harus pake pola bikinnya. Mulai dari belajar dengan ibu Mining, bu Asih di Aliyah Modes sampe di Pattern Making Short Course di RMIT. Beliau2 mengajarkan betapa pentingnya membuat pola dengan bentuk, hitungan dan kecocokan antar bagian. Bahkan di kursus saya yang terakhir selisih 2 mm itu adalah sangat krusial saudara-saudara. Saya harus memperbaiki pola saya jika ada selisih sekecil itu antara bagian depan dan belakang. Disiplin tinggi pokoknya. Karena kata gurunya membuat pola yang benar itu adalah investasi besar.

Sementara itu teman2 yang pengen belajar njait pengen segera menghasilkan karya dengan kemampuan pemula. Kan seneng ya sekalinya belajar uda dapat sesuatu. Pasti jadi makin semangat belajar. Maka harus kompromi ini. Saya mesti mengubah mindset yang “precise pattern minded”. Sampai suatu hari pas jalan2 di Savers muncullah sebuah buku bagaimana membuat baju tanpa pola. So simple yet chic. Terbelilah buku itu demi saya mencoba memahami membuat baju tanpa pola.

image

Oke deh..mari kita coba. Datanglah dua teman saya, Baridah dan Septalia. Satu pengen bikin rok satu pengen bikin outer atau kimono luaran. Dan tentu saja bikinnya tanpa pola. Mereka berdua belum pernah belajar menjahit jadi ini pengalaman pertamanya. Dimulai dari perkenalan mesin jait, cara masang benang sampai akhirnya menjahit kain.

image

image

Baridah membuat rok dari kain persegi panjang yang dibulatkan dan dipasang karet di salah satu ujungnya. Sementara di ujung lain kain dikelim dan dijait zigzag untuk memberi aksen. Sedangkan Lia membuat kimono dari pashmina. Pashmina ditekuk terus dijait pinggirnya untuk membentuk lengan. Satu bagian kemudian digunting memanjang untuk membentuk bukaan kimono. Kami niru tutorial ini nih https://youtu.be/dlDIW7OkfSk.

Jadi deh….Barid dengan roknya dan Lia dengan outernya.

image

image

Semoga terus nambah ilmu njaitnya Barid dan Lia. Sedangkan saya sendiri merasa…hmm…trying something new was great!!! Gampang bingit gak pake lama dan ribet hehehe…

Melbourne 21 Juni 2016
Salam

Thread catcher Densus 77

Standard

Di rumah sedang terjadi teror, demikian kata suami saya. Katanya mesti dibentuk Densus 77 menyaingi Densus 88. Teror apa? Teror benang. Yap, benang dimana-mana nyebar serumah. Karena rumah di sini pake karpet maka benang nempel bener ke karpet. Trus pernah pas jalan berdua lha kok baju si mas banyak benangnya hahaha…. Habis sholat jamaah saya lirik bertebaran benang di baju mas Dian hihihi… Belum lagi benang2 di selimut flanel di kasur. Ya Allah…benang betebaran.

Dan satu lagi, jarum. Ada aja jarum tertinggal dan kembali meneror suami saya hahaha….Yang tertusuk di kaki, di tangan sampe pernah hampir kena mata 😨.

Ya mau gimana lagi kos kosannya saya seuprit. Ruang tamu jadi berbagai ruang, ya ruang makan, ya ruang liat tivi, ya ruang belajar plus workshop njait2. Cuma 4×4 meter luasnya. Dan itu sudah penuuuuh buku, kain, alat elektronik, akuarium, meja2 plus printilan2. Riyek pokoke.

But that what home is. It has your soul in it. Riyek2 tapi hangat buat berdua hihihi.

Oke deh…saya mesti berpikir bagaimana mengatasi teror benang. Saya buatlah thread catcher plus tempat jarum yang nempel di mesin saya. Gini nih bentuknya.

image

Saya buat tali mengelilingi salah satu pilar mesin jait. Tali ini saya hubungkan ujung2nya pake kancing jepret jadi bisa dilepas dan dipasang di mesin jait yang lain. Ada kantung atau bahasa kerennya thread catcher yang bisa dilepas-pasang juga. Kantung ini fungsinya menjadi tempat sampah sisa2 benang yang deket ma saya jadi gampang mbuang2 benangnya. Sedang di sisi kanan mesin saya pasang perekat atau velcro. Velcro ini buat melekatkan bunga tempat jarum saya. Jadi jarum2 bisa dengan mudah saya taruh sehingga tidak tercecer.

image

image

Semoga Densus 77 ini mampu mengatasi teror benang dan jarum di rumah hihihi…

Melbourne, 15 Juni 2016
Salam

My prayers garden-ketika kenangan Ramadhan masa kecil tak pernah pudar

Standard

Menjelang Ramadhan ini saya ingin menghias rumah dan membuat pernak pernik bertema Ramadhan. Eh tetiba saya ingat masih punya hiasan tulisan dari tahun2 kemaren. Akhirnya saya pasang kembali tulisan2 ini. Cover foto di FB pun saya ganti dengan foto tulisan tersebut. Cara membuatnya ada di post yang ini. Tak berhenti di situ, tiba2 muncul ide membuat My Prayers Garden.

image

Bermula dari keisengan belajar membuat bunga cherry blossom dari benang2 sisa project 5000 poppies maka bertebaranlah bunga2 kecil di rumah. Ditambah kedatangan Aretha dan Arrayah yang memanfaatkan bunga2 ini jadi hanging garden seperti di post yang ini. Saya kepikir hey…kenapa tidak saya pasang kancing dan bunga2 itu diselipkan seperti kita masang kancing di baju. Plus bisa dilepas-dipasang kembali seperti busy book.

Tak hanya itu, saya teringat Ramadhan di masa kecil. Bu Khos guru agama kami membekali murid2nya buku kendali Ramadhan. Di buku itu mesti kami tulis apa kami berpuasa, apa sholat 5 waktu dan taraweh sampe apa isi ceramah saat tarawih. Kami harus menunggu ustadz membubuhkan tanda tangan di bawah ringkasan yang kami buat. It was fun. Saya senang kegiatan itu. Bukunya sampe lecek dibawa kemana-mana. Tentu saja bukan karena saya sudah sangat beriman pada saat itu tapi karena didorong oleh keinginan tak mau kalah dan ingin meraih prestasi sebaik2nya di mata Allah guru 😈.

Kegiatan yang menyenangkan karena membuat anak didik mau melaksanakan ibadah sekaligus merasakan proses dalam ibadah. Tapi kurang berwarna warni. Bukunya cuma hitam putih. Sampulnya saja yang berwarna hijau muda. Anak2 tentu akan lebih semangat kalo media pencatatan ibadahnya berwarna warni dan keliatan nyata. Dari situ muncullah ide membuat my prayers garden ini.

Cherry blossom yang saya buat bolong tengahnya jadi bisa diselipkan ke kancing. Kancing jadi putik bunga. Setiap kali anak2 sholat, satu bunga bisa dia pasang di kancing untuk mewakili satu sholat yang dia kerjakan. Saat dia tidak melaksanakan sholat, maka tamannya akan kurang meriah karena kurangnya bunga yang terpasang. Nah orang tua bisa memotivasi anak untuk nambah sholat jadi lebih banyak bunganya sehingga Allah senang akan amalan si anak. Di akhir hari anak bisa mencatat berapa banyak sholat yang dia kerjakan. Dua kah? Tiga? Atau lengkap 5. Nanti anak bisa diajak melihat progress dirinya sendiri selama bulan Ramadhan ini. Bisa dengan cara diambil fotonya per hari dengan prayers gardennya dan dikompilasi dalam album. Atau dicatat di tabel sehingga terlihat angka2 berapa banyak sholat yang dikerjakan anak-anak. Kegiatan ini bisa juga tetap dilanjutkan di bulan2 setelah Ramadhan.

My prayers garden ini saya kasih gantungan jadi bisa dimanfaatkan sebagai hiasan dinding. Bisa diliat2 jadi anak2 senang melengkapi bunga2nya sebagaimana dia melengkapi sholatnya.

Konsep ini kemudian berkembang menjadi my prayers garage, my prayers sky atau yang lainnya sesuai keinginan anak2 apa obyek yang ingin ditampilkan. Untuk pesawat dan mobil bisa dilepas-pasang dengan memanfaatkan velcro. Hiasan dinding ini kemudian saya tawarkan seharga $15 ke ibu2 pengajian di tempat saya dan alhamdulillah disambut dengan baik. Ini beberapa pesanan yang sudah jadi.

image

image

image

image

image

image

image

Masih ada beberapa pesanan dengan tema bola, mikroskop, truk dan robot yang belum saya bikin. Semoga segera bisa jadi. Have fun during Ramadhan kiddos. Beautify your prayers garden, beautify your soul during Ramadhan!!!!

Marhaban ya Ramadhan.

Ya Allah, jadikanlah ikhtiarku ini sebagai jalan Engkau memperbaiki diriku sendiri dan keluargaku melalui RamadhanMu.

Melbourne, 7 Juni 2016
Salam

Cherry blossom hanging garden

Standard

Saya punya pengunjung tetap di workshop “ndondomi” di mitchell st ini. Dua kakak beradik Aretha dan Arrayah. Sore tadi mereka ke rumah dengan mamanya untuk mencicipi kue lemper buatan saya. Tiba2 Aretha berbisik “tante Zu, where is the gift that you have promised me for my birthday?”. Dhieeeerrr…utang saya belum terbayar kekeke…never make promise to a child, they have elephant memory.

“Hmm….why dont we make the gift together” sahut saya. Let’s make the hanging garden. Hanging garden ini adalah pigura berisi bunga2 semacam di post saya yang ini. Saat duo A ini datang, saya sedang membuat bunga2 cherry blossom dari benang sisa2 proyek 5000 poppies saya. Saya ngikut tutorial di link ini https://youtu.be/dQeq7Hci_qU. Dan sudah kudungan (baca : kuduga) mereka pasti akan berbinar-binar melihat bunga2 kecil itu. Eaaa…langsung deh dicomot bunga2 itu.

20160531_174540.jpg

cherry blossom hanging garden

Yap, baiklah mari kita mulai proyeknya. Saya ambil pigura kayu di rumah. Saya buka dan pisahkan kacanya. Lalu Aretha mengukur kain belacu yang diperlukan. Dia menggambar persegi panjang sebesar bagian dalam pigura di kain belacu. Lalu memotong kainnya dengan melebihi sekitar 2-3 cm dari ukuran bagian dalam pigura. Kain ini menjadi dasar tempat menempelkan bunga2.

Lalu dengan spidol khusus kain dia mulai menggambar ranting2 dan bulatan2 kecil untuk mempermanis hanging gardennya. Ini spidol yang saya pake,

image

Spidol kain Crayola

Spidol ini tahan air jadi walo dicuci tidak luntur. Normalnya setelah digambar kain harus disetrika dengan terlebih dahulu dilapisi kain di atasnya. Disetrika bolak balik selama 4 menit. Supaya tinta kering sempurna. Tapi kali ini karena hanging garden tidak untuk dicuci maka gakpapa tidak disetrika. Setelah selesai menggambar, bunga2 cherry blossomnya ditempel dengan lem bakar dan dikasih kancing tengahnya. Terus kain dipasang di pigura dan kain lebihan di belakangnya kami rapikan. Khusus untuk proyek ini kaca pigura tidak kami pasang karena bunga2nya timbul. Jadi tidak bisa dipres dengan kaca. Mungkin seharusnya pake pigura timbul. Tapi gakpapa sementara begini saja.

Jadinya seperti ini nih.

20160531_174530.jpg

birthday gift for Aretha

Tak mau kalah Arrayah pengen juga. Masalahnya saya tidak punya pigura lagi *grin*. Takkurang akal saya ingat ada pidangan kayu yang saya beli kapan itu. Dengan teknik yang sama Arrayah menggambar hanging gardennya. Cuma kali ini kain tidak kami pasang di pigura. Tapi kami pasang di pidangan.

image

Arrayah sibuk menggambar

image

beautiful hanging garden secantik senyum duo A

Wuhuuyyy…cakeeep, secakep senyum duo A. Glad that you both like it.

Melbourne, 31 Mei 2016
Salam

Yarn Market, Pasar Benang

Standard

Waktu masih culun, cita2 saya ke Australia adalah meliat orang nyukur domba dan melihat-lihat per wool-woolan secara Ausi adalah negara produsen wool nomer satu sedunia. Jaman master cita2 ini tidak kesampaian. Baru di awal2 PhD lah saya malah bisa liat Wool Festival. Waktu itu sekitar mid 2012 bareng teman2 saya sesama manusia lab, Anas dan Edwin. Kami bertiga naik V-line menuju Bendigo.

photogrid_1464576882656.jpg

tiga manusia lab, anas, edwin dan saya

Kota kecil ini termasuk salah satu sentra produksi wool di Melbourne. Ada sebuah pabrik penghasil wool bernama Bendigo Woollens Mills di situ. Anda bisa melihat profil sentra ini di http://www.bendigowollenmills.com.au. Berbagai macam benang wool bisa anda liat di situ. Saya sendiri sudah tiga kali ke kota ini tapi kok ya gak mampir pabriknya kekeke….Malah sibuk foto di Sacred Heart Cathedral yang menjadi salah satu daya tarik wisata di kota ini.

fb_img_1464576593655.jpg

saya dan suami saat liburan musim panas 2013

Di festival itu kami liat kompetisi cukur domba, fashion show, craft show sampai cooking show bertema domba.

photogrid_1464576937603.jpg

fashion show baju2 berbahan dasar wool

photogrid_1464577046068.jpg

searah jarum jam : domba gondrong, tangan saya memegang wool hasil cukuran, salah satu pencukur dan lomba mencukur domba

photogrid_1464576980271.jpg

masak memasak domba

It was fun…kami bertiga jalan2 cukup lama menikmati festival wool ini. Akhirnya kesampaian cita2 saya liat cukur domba.

Nah hari minggu kemaren kembali saya mengunjungi sebuah event per-benang woll-an. YARN MARKET di Coburg Town Hall.

20160529_135624.jpg

 

20160529_143134.jpg

bu lemu mejeng duyuu

Di aula gedung ini berjajar-jajar meja penjual berbagai macam benang. Ada yang sudah dipintal ada yang masih berbentuk seperti kapas.

20160529_142559.jpg

gumpalan2 wool yang sudah lebih tertata seratnya

 

20160529_141636.jpg

salah satu stand

Ada yang jual karya2 dari benang wool semacam boneka, topi, syal sampe jaket2.

20160529_142541.jpg

ada juga boneka ayam, domba dan penguin

20160529_141155.jpg

me and Margaret

20160529_141122.jpg

bunga2 pansies hasil crochet Margaret

Ada yang jual tas, kancing lukis dan buku-buku craft.

photogrid_1464577798475.jpg

para pemilik stand, ada yang jual tas, buku dan kancing lukis

Yang paling menarik adalah saya akhirnya bisa melihat alat2 pemintal benang dan paham bagaimana gumpalan-gumpalan wool bisa berubah menjadi benang. Anda coba liat foto di bawah ini

20160529_141834.jpg

gumpalan2 wool berwarna pink dan alat pintal seperti gasing

Ada gumpalan pink seperti kapas. Itu adalah wool yang belum diubah menjadi benang. Nah alat seperti mainan gasing di atasnya adalah alat sederhana untuk mengubah gumpalan itu menjadi benang. Jadi gumpalan wool dipelintir pelintir trus dikaitkan ke alat yang bisa berputar seperti benang. Akhirnya gumpalan2 akan tertarik dan memadat membentuk benang. Bisa diatur ketebalan benang jadi bisa diatur tekstur benang yang dihasilkan.

20160529_141749.jpg

salah satu pemilik stand mengajari cara memintal wool dengan alat semacam gasing

Juga ada alat semacam mesin jahit dari kayu yang kalo pedalnya diinjek bisa muter2 mintal benang.

20160529_142652.jpg

alat pintal benang dengan pedal

Oww…what a great recreation after all those long nights in the lab.

20160529_143441.jpg

Om Dian leyeh leyeh di bawah pohon setelah menemani liat2 benang

Melbourne, 30 Mei 2016
Salam

Buku-buku untuk belajar membuat tas

Standard

Entah apa yang menginspirasi tiba-tiba di pertengahan 2012 saya pengen belajar bikin tas. Awalnya pas saya naik tram, sekilas terliatlah sebuah tas. Saya bahkan lupa bentuknya. Yang saya ingat ada jaitan di tas itu *tentu saja hihihi*. Muncullah kemudian pemikiran mestinya saya bisa membuat tas.

Setiap kali melihat tas apalagi yang bentuk tiga dimensinya rumit, saya berpikir gimana ya bikinnya. Sampai suatu hari ketika ke Spotlight (salah satu toko kain) saya nemu buku cara membuat tas. Waktu itu harganya 30 dolar atau sekitar 300 ribu. Wuiihh…mihil. Tapi karena saking pengennya saya beli saja bukunya. Bukunya berjudul Bags, the modern and classics” karya Sue Kim. Beruntung saya beli buku ini karena dibanding buku-buku yang lain karya Sue Kim ini paling mudah dipahami dan diikuti. Projectnya juga sederhana awalnya. Tidak terlalu rumit. Dimulai dari membuat pouch sederhana, dilanjutkan dengan ditambah resleting, tali atau handle dan asesoris. Mulai dari yang bentuknya kotak biasa 2 dimensi sampai ke tas dengan resleting yang lumayan rumit.

Tapi buku Sue Kim inilah yang menjadi landasan belajar saya dalam membuat tas. Sue Kim sudah memberi pemahaman dasar dalam membuat tas. Pokok sudah bisa dasarnya maka mudah bagi kita memodifikasi tas. Walopun memang masih harus dibantu browsing browsing youtube untuk memahami buku karena kadang tanpa melihat langsung prosesnya sulit bagi kita memahami.

image

Dengan mencontoh buku Sue Kim saya membuat beberapa produk. Seperti ini nih

image

image

image

image

image

image

Cakep cakep kan? Saya buat semua tas di atas ngikut instruksi di bukunya Sue Kim. Masih belum ada yang pake resleting karena memang belum bisa hihihi. Ada instruksinya di buku Sue Kim tapi masih sulit saya pahami. Tetap saya harus browsing di youtube untuk belajar.

Beranjak dari buku ini saya mulai melirik buka Lisa Lam dengan judul The Bag Making Bible. Gaya tulisan Lisa lugas dan gak banyak basa basi menurut saya. Dia ngasih tips trik yang efektif dan efisien dalam membuat tas. Buku ini menurut saya kurang cocok untuk beginner karena foto2nya kurang detail. Selain itu materi di buku ini lumayan komplit jadi tidak semua diterangkan dengan detail. Buku ini lebih cocok untuk yang sudah advance. Lisa Lam menulis bab di buku ini tidak satu tas satu bab, tapi membuat bab berdasar kebutuhan dalam membuat tas. Misal satu bab khusus membuat berbagai macam saku. Satu bab khusus membahas tentang dart, satu bab lagi khusus membahas tentang bahan kain dan kain keras pelapis. Baru kemudian membahas satu persatu cara membuat tas. Bagus bukunya saya suka. Banyak ilmunya cuma mungkin saya tidak rekomendasikan buat beginner.

Ini beberapa tas yang saya buat berdasar buku ini

image

image

image

image

Cakep cakep ya….(*eaaa…muji diri sendiri hahaha)

Yang terakhir, The Better Bag Maker karya Nicole Claire Mallalieu, paling rumit menurut saya. Syulit dipahami huhuhu…Saya tidak menyesal membeli buku ini kok cuma memang butuh ekstra energi untuk memahami. Uda advance menurut saya materinya. Saya coba memahami benar2 tapi belum sepenuhnya bisa terkuasai. Nicole bikin tasnya uda yang keyen keyen punya deh. Di bab awal memang diajari bikin tas dasar seperti tote bag. Tapi selanjutnya saya agak2 tersesat kwkwkw…

Namun dari buku Lisa Lam dan Nicole-lah saya banyak belajar teknik2 rumit dalam membuat tas. Tiga buku di atas menurut saya worth banget buat dibeli.

Oya, di buku tersebut ditulis bahwa segala hak cipta dimiliki penulis jadi kita tidak boleh mengkopi dalam bentuk apapun. Boleh digunakan untuk mengajar namun tidak untuk diperbanyak. Sedangkan untuk desain Lisa Lam membolehkan untuk dicontoh dan dijual tapi untuk skala rumah tangga saja. Kalo Sue Kim dan Nicole Claire membolehkan desain dicontoh tapi mengharuskan siapapun yang menjual hasil jaitannya untuk  menuliskan bahwa desain dibuat oleh Sue Kim dan Nicole Claire.

Pada dasarnya dari tiga buku itulah saya belajar sekaligus memulai bisnis kecil-kecilan saya di FB Ndondomi Store. Kalo buku bahasa Indonesia saya belum nemu per tahun 2012. Saya masih ingat muter2 di Gramedia tapi belum nemu buku belajar bikin tas. Makanya saya mulai belajar waktu nyampe di Melbourne sini.

Olrait…semoga bermanfaat ya infonya.

Melbourne, 30 Mei 2016
Salam

Topi Topi Top

Standard

Umur saya akan bertambah sebentar lagi, tapi entah kenapa saya tak merasa umur itu beranjak dari kisaran 20an. Pertama kalinya saya merasa menjadi seorang manusia dewasa ya di umur 20an itu. Dan menurut saya waktu seakan berhenti di situ. Getting old tentu saja saya alami, tapi feeling old, kadang saya lupa bagaimana rasanya. Sampe kemaren ibu bertanya “berapa umurmu sekarang?”

Hey…saya jd berhenti sejenak. Angka2 beranjak per tahunnya. And indeed angka itu jd banyaaaaak.

But if you can’t grow old in soul, why bother to worry about ageing?

Enjoy life, celebrate it, see more positive, be happy and life will never goes old.

I celebrate this year with my crocheted red hat with flowers on it. Oww…makes me miss my round sunny hat from my kindergarten.

Happy *early* birthday dear me

(Am i so sad that i say happy b’day to my self kwkwkwkw….no its called self-lebration)

image

Melbourne, 23 May 2016
Salam

Gulungan-gulungan kain

Standard

Pagi ini saya mengerjakan order tas yang saya jual online di toko maya saya “Ndondomi Store” di FB. Setelah ikut bazaar Kamus Iman kemaren masuklah beberapa order tas. Mumpung libur Anzac Day maka mulai saya kerjakan ordernya. Sesuai arahan mas Dian yang dulu pernah kerja di pabrik tas di Semarang, maka proses produksi baiknya dimulai dari menggunting kain semua dulu, baru njaiiiiiiit semua trs masuk finishing dan quality controlnya. Cieee…quality control, yang ada juga saya mbatin aduh ini miring jaitannya, yaaa..ternyata masih ada yang bolong belum kejait atau bahkan ya Allah salah jait hahaha….yuk mari dedel duwel duluuuu…

Setelah motong kain sesuai pola untuk beberapa tas, saya kumpulkan segala pernak-pernik untuk tiap-tiap tas. Dalam satu paket ada kain bagian luar, bagian lapisan dalam, resleting, kancing magnet tali sampe gesper dan kain keras. Tiap-tiap tas saya jadikan satu menjadi sebuah gulungan. Semacam ini.

image

Gulungan-gulungan kain ini tetiba membawa saya ke kenangan masa lalu. Saat saya masih TK. Ibu saya seorang pegawe konveksi. Beliau mengambil jaitan ke seorang pengusaha pengekspor baju-baju untuk dalam dan luar negeri. Tiap dua atau tiga hari sekali ibu pergi ke Jalan Lokon daerah sekitar Dieng Plaza Malang. Menemui Om dan Tante kata ibu. Mereka berdua pengusaha keturunan Cina. Saya pernah ketemu dengan mereka kala ikut mengambil jaitan. Si Tante cantiiik orangnya, sedang si Om tambun suka pakai singlet doang.

Kata ibu mereka orang baik, karena mau memberi kesempatan ibu saya belajar menjait sampe terampil. Waktu itu abah saya masih kuliah, tidak bekerja sehingga uang kembang kempis. Ibu saya masih muda dan sudah punya anak dua, saya dan kakak. Karena terjepit kebutuhan hidup maka ibu mencari-cari cara supaya tetap bisa bertahan sampe akhirnya abah saya lulus kuliah dan jadi PNS. Sampailah ibu ke usaha konveksi si om dan tante ini.

Ibu dulu sering cerita kalo om tau ibu tidak terlalu bisa menjait. Tapi om mungkin juga butuh penjait sehingga ibu dikasih juga jaitan. Disuruh belajar bahkan kadang diajari supaya jaitannya lebih bagus. Awal menjait ibu saya sempat putus asa. Sering menangis saking tak bisanya menjait. Tapi karena tuntutan ekonomi maka ibu tetap berusaha, dan akhirnya bertahun-tahun ibu kerja dengan om dan tante ini. Sampe saya SMP sepertinya.

Setiap kali pulang dari rumah om ini, ibu membawa gulungan kain. Saya ingat waktu itu ibu harus menjahit baju warna putih dengan hiasan bordir dan renda. Ternyata untuk summer dress diekspor ke luar negeri. Tiap kali gulungan dibuka saya akan melihat dengan takjub. Ada berbagai kancing dan renda. Apalagi kalo baju anak-anak. Banyak pernak pernik. Ada kancing berbagai warna dan bentuk, ada aplikasi lucu lucuuuuuu dan renda cantik cantiiik. Saya diperbolehkan main dengan kancing dan renda tapi tidak boleh sampai hilang karena semua sudah dihitung pas. Bahkan ketika ibu meminta saya membantu maka saya gak malas-malasan tapi senaaang sekali. Membantu apa? Sekedar menggunting benang-benang obrasan untuk memisahkan potongan-potongan kain. Ada bagian depan baju, lengan, kerah, rok dan bagian belakang. Kadang saya juga membantu memasang kain dan mengelim bagian lengan, krah atau bawah rok. Kadang saya suka baju yang ibu jahit. Maka kalo lebaran ibu biasanya “nempil” baju yang saya suka ke om, baju model balon atau dengan aplikasi rumah jamur yang tetap saya ingat sampai sekarang.

Dan gulungan-gulungan kain pagi ini mengingatkan kembali ke kenangan masa kecil saya. Ke masa pertama kalinya mengenal jait menjait. Dan tentu mengingatkan saya pada ibu, yang sementara ini masih nun jauh di sana. Tak hanya jaitannya yang diekspor, tapi anaknya pun sekarang sedang diekspor hahaha….

Bismillah..semoga lekas bisa pulang dan memeluk ibu.

Melbourne 25 April 2016
Salam

Multicultural Women’s Sewing Group

Standard

Melbourne, terutama daerah Brunswick tempat saya tinggal adalah lingkungan yang vibrant dan multikultur. Banyak orang datang dari berbagai negara. Ada orang Itali, Somali, India, Perancis, Spanyol, Pakistan, Cina, Korea dan masih buanyak lainnya. Di dekat kontrakan saya ada dua jalan yang terkenal, Sydney Road dan Lygon street. Dua jalan ini ramai dimana berbagai restaurant dengan menu mancanegara banyak berjajar-jajar. Saya pernah makan di resto Maroko, India, Thailand, Itali, Timur Tengah, Malaysia, Pakistan, Jepang, Vietnam, Turki, Amerika Selatan dan tentu saja Indonesia. Halal lagi restaurannya. Seru kan? Bahkan tiap tahun diadakan festival di Sydney Road dengan menampilkan berbagai macam kebudayaan masing-masing bangsa. Ada pertunjukkan drum Afrika, tari hula-hula dari Hawaii, goyang tari perut dari tim-teng dan tentu saja tari Saman dari Indonesia. Rancak banar.

Nah menyikapi berbagai ragam bangsa dengan berbagai latar belakang dan budayanya, maka pemerintah Ausi sini menyediakan beberapa neighbourhood house atau macam balai desa di tiap-tiap wilayah. Di neighbourhood house ini ada berbagai kegiatan yang mewadahi dinamika warganya. Contoh nih ada Brunswick Neighbourhood House (BNH) di wilayah kecamatan (council) saya. BNH menawarkan beragam aktivitas mulai dari nari, belajar komputer, melukis, belajar bahasa Inggris sampe belajar membuat gerabah. Dan tentu saja…..jreng jreng jreng….SEWING alias menjahit. Hahahaha…pasti anda mbatin “sudah kudungan (baca kuduga)…..pasti ada njait-njaitnya”

Yes, ada njaitnya. Coba nih saya kasih skrinsut promo kelas menjahit di BNH. Cuma $3 saja bisa ikut kelas njait menjait. Cuma memang di kelas ini katanya tidak ada sistem guru-murid begitu, tetapi ketemu ngobrol-ngobrol sharing tentang njait menjait. Istilahnya gitu rumpi-rumpi bermanfaat, Social Sewing Group istilahnya. Saling membantu tukar pengalaman dalam menyelesaikan proyek-proyek jaitan. Gini nih iklannya.

image

Seru kan? Seandainya saya tidak harus ngelab pasti sudah sering ngendon di acara di atas. Sayangnya di siang hari saya harus menjelma menjadi manusia lab sehingga acara jait menjait bisa saya lakukan di rumah kalo malam. Sampe suami saya bilang “eh tuh tetangga pada gak bisa tidur lho denger suara mesin jaitmu. sudah bubar bubar udah jam 12 malam” Hihihihi…

Nah, pagi ini saya yalan-yalan ma suami dan seorang teman. Mau makan siang ceritanya. Eh ketemu festival kecil gitu di area parkiran di sekitar Sydney Road. Ada satu stand yang menarik hati.

image

Yes, Multicultural Women’s Sewing Group. Saya tau anda mbatin “eeeaaa…njait lagi” hahahaha. He eh, njait lagi. Masuklah saya ke stand itu. Sebuah stand yang ternyata isinya hasil hasil karya ibu-ibu yang belajar menjahit.

image

image

image

image

Ada quilt, baju, tas, boneka, hiasan dinding, dompet dan buanyak lagi yang lainnya. Ternyata di sebuah gereja di Brunswick ini ada kegiatan belajar menjahit bersama. Ada gurunya dan beberapa relawan yang membantu mengajari atau sekedar menjaga anak-anak saat ibunya belajar menjahit. Gratis kalo di grup ini. Kalo gak salah dulu jaman master saya sudah pernah ke gereja ini menanyakan tentang program menjahit. Sayangnya lagi pas gak ada kelas kalo gak salah. Jadi belum jadi ikutan.

Ternyata kegiatan menjahit ini sudah dimulai sejak tahun 1995 lalu. Ketika itu ada beberapa ibu-ibu dari Somali (kebanyakan para pengungsi) yang ingin belajar menjahit. Dari situlah kegiatan ini dimulai. Di leaflet yang dibagikan tertulis bahwa kegiatan ini untuk berbagai agama walaupun kegiatannya di gereja. Bahkan awalnya dimulai dari keinginan ibu-ibu Somali yang saya rasa kebanyakan adalah muslim. Kristenisasi??? 😆😆😆. I dont think so, they just care about others regardless of what their faith is. Because Moreland fully welcomes refugees. Begitu kalo gak salah slogan kecamatan tempat saya tinggal ini.

Ok, lets talk about the sewing. Di kelas ini ada guru, namanya Laura dan Jennifer yang membantu Laura. Mereka mengajari siapapun yang mau ikut belajar ketrampilan menjahit mulai dari bikin hiasan dinding, tas sampai baju. Ada juga saya lihat tadi hasil menyulam. Bahkan katanya mereka menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah setempat dan gerakan sosial lainnya. Beberapa hasil menjait juga sudah mulai dipasarkan.

Selain menjahit, kegiatan ini juga membuka peluang siapa saja untuk bisa memperlancar bahasa Inggris, bisa belajar masing-masing budaya maupun untuk wadah bagi para pecinta kegiatan volunteering. Ini leaflet lengkapnya.

image

image

Kelasnya dilaksanakan tiap Rabu jam 12.30 – 3.00 pm dan Sabtu 2.30 – 4.30 pm di Brunswick Baptist Church Hall 491 Sydney Road, Brunswick. Untuk lengkapnya anda bisa klik link website sewing group ini di http://sewgroup.blogspot.com.au. Ada banyak cerita di blog mereka.

Saya terharu bahwa menjahit bisa menjadi media gerakan sosial di lingkungan yang multikultural ini. Bahkan menjadi media membantu para pengungsi dalam memulai kehidupan mereka. Sepertinya saya mesti berkunjung melihat kegiatan mereka sebelum pulang nanti. Dan semoga saya bisa menginisiasi gerakan yang serupa sekembalinya di tanah air. Aamiin aamiin aamiin.

Melbourne, 23 April 2016
Salam